Menyelami Kehidupan di Panti Asuhan dengan Komunikasi yang Membebaskan
Membangun Komunikasi Efektif di Panti Asuhan
Panti asuhan adalah alternatif terakhir tempat pengasuhan untuk anak-anak yang kurang beruntung memiliki keluarga yang mampu mengasuh dan membiayai hidup mereka. Tentu saja ada persoalan yang timbul karena mereka berasal dari latar belakang keluarga, pola asuh sebelumnya dan latar belakang sekolah yang semuanya berbeda. Bahkan, masih ada beberapa anak yang menyimpan trauma akibat kehilangan orang tua.
Anak-anak di panti asuhan harus berjuang untuk beradaptasi dengan lingkungan dan keadaan yang baru. Hambatan komunikasi mungkin saja dialami oleh anak-anak tersebut. Itulah mengapa komunikasi yang baik sangat penting untuk menjawab berbagai persoalan yang dihadapi anak.
Membangun Komunikasi yang Baik di Panti Asuhan
Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Darul Hikmah Panti Asuhan Ya-Pintar yang berada di Desa Toto Harjo Kecamatan Purbolinggo memiliki 36 anak asuh dengan rentang usia antara 8 sampai dengan 17 tahun. Lembaga ini juga memiliki 4 orang pengasuh yang terdiri dari 3 orang pengasuh perempuan dan satu orang pengasuh laki-laki.
Melihat perbandingan jumlah pengasuh dengan jumlah anak asuh dapat dibayangkan bagaimana sulitnya kondisi yang dialami pengasuh maupun anak-anak di panti asuhan ini. Sangat dibutuhkan komunikasi dua arah yang mampu menjembatani hubungan antar anggota panti asuhan ini.
Tentunya, supaya tercipta suasana komunikasi yang efektif di dalam panti asuhan, perlu pemahaman yang baik dari pengasuh di panti asuhan tentang cara berkomunikasi yang baik dengan anak-anak dengan latar belakang dan kondisi yang berbeda.
Para pengasuh harus peka juga dengan kondisi psikologis anak yang mungkin masih menyimpan trauma tertentu, misalnya karena kehilangan orang tuanya atau mungkin juga oleh sebab yang lain.Jumlah anak yang banyak dengan jumlah pengasuh yang sedikit mungkin juga menjadi faktor penghambat terjadinya komunikasi yang efektif karena pengasuh pasti kesulitan memahami satu per satu anak asuh.
Kondisi panti asuhan tentu saja berbeda dengan kondisi keluarga dengan ikatan darah pada umumnya. Pengasuhan dengan anak-anak asuh yang tidak memiliki ikatan darah, tapi dipertemukan denga kondisi psikologis seperti usia yang beragam pasti membutuhkan adaptasi yang luar biasa besar.
Ketika tiba-tiba seorang anak berada di tempat baru dan seketika memiliki keluarga besar, tinggal bersama dan melakukan kegiatan-kegiatan sebagaimana layaknya keluarga, tentunya ada perasaan tertentu serta kekhawatiran akan kehidupannya.
Maka, agar persoalan tersebut dapat diatasi perlu dicari cara yang baik untuk mendekatkan anak-anak dengan pengasuh. Upaya ini penting dilakukan agar masing-masing anak dapat lebih mengenal dan lebih mengerti makna keluarga dalam arti yang sesungguhnya.
GAHARU, Jawaban dari Kebutuhan Keluarga Panti Asuhan
Tak dapat dipungkiri, bahwa diperlukan fasilitator yang dapat memfasilitasi kedekatan dan keakraban bertumbuh dalam kehidupan sehari-hari di panti asuhan. GAHARU sebagai gerakan keluarga dapat menjadi jawaban dari kebutuhan ini.
Kegiatan GAHARU yang menekankan pada pentingnya membangun empati antar anggota keluarga, saling menghargai, menyayangi dan saling mendukung tentu saja dapat mempengaruhi perilaku anak-anak maupun pengasuh di panti asuhan.
Pada kegiatan awal dilakukan pertemuan dengan membuat sungai kehidupan untuk mengajak peserta kembali mengingat hal-hal atau kisah kehidupannya. Dari kegiatan ini ternyata dapat menumbuhkan empati antar peserta sehingga membuat mereka juga semakin akrab dan lebih saling memahami.
Kemudian dikanjutan di kegiatan berikutnya, di mana peserta diajak untuk menonton film Impossible Dream sebagai pemantik diskusi keluarga. Diskusi berlangsung dalam suasana yang santai sekaligus seru. Peserta terlihat sangat menikmati proses ini. Dalam setiap kegiatan juga diselipkan game-game yang menarik untuk lebih menghidupkan suasana.
Ternyata, dari semua kegiatan yang dilakukan melalui program GAHARU, peserta merasakan banyak mendapatkan manfaat. Seperti misalnya, sikap anggota keluarga menjadi lebih terbuka, berani mengungkapkan perasaannya, membuat suasana lebih gembira, artinya kegiatan GAHARU mampu mempererat hubungan antar anggota keluarga.
Di masa yang akan datang, saya ingin GAHARU menjadi gerakan yang dilakukan oleh sekolah di semua jenjang, karena apabila sekolah yang membuat program akan dapat terlaksana dengan lebih baik, terintegrasi dengan pembelajaran di sekolah.
(Indah Lestari, LAdA Damar Lampung dan Change Leader GAHARU. Penulis dan Pendamping Keluarga Kisah Baik GAHARU Lampung)