Alvian - Memajukan Edukasi Dasar di Desa Terluar Kalimantan Selatan

Alvian AYC Indonesia
Source: Ashoka Indonesia

Pernahkah kamu merasa diremehkan karena keterbatasan atau latar belakang yang kamu miliki, hingga dianggap tidak kompeten dan tidak layak saing dalam lingkungan atau perlombaan yang sedang kamu ikuti? Alvian pernah merasakannya. 

Diawali dari sebuah lomba tingkat provinsi yang diikutinya, sebagai anak daerah, Alvian merasakan kesenjangan karena dianggap tidak bisa bersaing dengan anak-anak dari kota besar yang lebih maju. Diskriminasi terhadap kemampuan anak daerah ini salah satunya didasari oleh kualitas pendidikan yang masih rendah di pelosok Indonesia.  

Ketika Alvian sedang menjadi relawan di Desa Kunyit, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, ia terkejut mendapati seorang anak kelas tiga SD kebingungan ketika diberikan instruksi permainan dalam selembar kertas. Rupanya, sebagian dari mereka tidak bisa membaca dan berhitung meski sudah di bangku sekolah dasar.

Literasi Anak Banua: Berawal dari Sebuah Kesadaran

Alvian menyadari bahwa pendidikan merupakan faktor yang penting bagi anak-anak untuk meneruskan cita-cita mereka dan memajukan negeri ini. Sayangnya, di daerah pedesaan, terutama di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar), kebutuhan akan pendidikan, mulai dari tenaga pendidik, hingga fasilitas dan sumber ilmu, masih dianggap kurang memadai.  

Ditambah lagi, tidak semua orang tua murid mendukung pendidikan anaknya. Sebagian dari mereka beranggapan bahwa bekerja di ladang lebih bermanfaat dan menjamin masa depan anak dibanding belajar di sekolah.  Persepsi ini berakibat pada meningkatnya angka putus sekolah para siswa di tingkat pendidikan dasar dan menengah.  

Tumbuh dan besar di Kalimantan Selatan yang memiliki 216 desa dari 13.232 desa di Indonesia dalam kategori tertinggal membuat Alvian menyadari pentingnya perubahan di bidang pendidikan untuk daerahnya. 

Dari pengalaman dan kesadaran tersebut, pada Maret 2018, Alvian dan kelima teman dekatnya yang sering bertemu di perlombaan memulai sebuah upaya untuk meningkatkan literasi di daerah-daerah di Kalimantan Selatan, atau yang biasa disebut Banua. Inisiatif itu diberi nama Literasi Anak Banua. Mereka menyadari bahwa sudah saatnya bagi mereka untuk menggandeng generasi berikutnya dan tidak maju sendiri—sudah saatnya mereka ikut memajukan Kalimantan Selatan. 

Dengan tekad yang kuat, Alvian dan tim menyediakan kelas tambahan gratis dua kali sepekan untuk membantu anak-anak mendalami pelajaran akademik maupun non-akademik  bagi siswa-siswa di daerah pelosok. Tidak hanya membahas topik seputar literasi dan pendidikan formal, Literasi Anak Banua juga membantu anak-anak untuk menggali dan mengasah potensi mereka, seperti puisi dan keterampilan bercerita. 

Berawal dari satu desa, lalu berkembang menjadi enam, kini, Literasi Anak Banua telah  memberikan layanan di 17 desa di Kalimantan Selatan dengan 40 anggota tim dan 30 relawan muda yang berada di dekat lokasi tujuan. Mereka memberikan bimbingan dan aktivitas menyenangkan yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan dalam kegiatan belajar-mengajar di masing-masing wilayah.  

Tim ini terbentuk dari semangat dan visi yang sama untuk memajukan pendidikan dasar di desa terluar di Kalimantan Selatan. Hal inilah yang memperkuat pergerakan Literasi Anak Banua sampai bisa bertahan hingga tahun 2021 ini meski sempat terkendala akibat pandemi. 

Dikarenakan pembatasan sosial dan fisik yang harus dilaksanakan terkait pandemi COVID-19, program belajar seperti biasa di Literasi Anak Banua sempat terhenti. Namun karena menyadari pentingnya kegiatan ini bagi anak-anak di Kalimantan Selatan, Literasi Anak Banua hadir dengan ide baru, yaitu small group learning atau pembelajaran kelompok kecil, di mana masyarakat desa, dibantu oleh pengurus-pengurus Literasi Anak Banua di berbagai desa, meminjamkan rumah mereka agar siswa-siswa dalam kelompok kecil bisa tetap belajar bersama para pengajarnya sesuai dengann protokol kesehatan. 

Setiap anggota tim yang tersebar di berbagai wilayah tersebut memiliki kesempatan untuk mengasah kepemimpinan dan kreativitasnya, di mana mereka bebas menentukan jadwal, bahan ajar, pembawaan dan mencetuskan ide inovatif dalam kelas mereka, sehingga materi dapat disampaikan sesuai dengan kebutuhan anak. Bagi anak-anak yang senang dengan visual dan audio, para pengajar memberikan materi dalam bentuk video, gambar, atau foto. Bagi mereka yang lebih tertarik untuk bergerak, permainan di lapangan menjadi salah satu opsi kegiatan di kelas Literasi Anak Banua. Tentunya hal ini tidak terlepas dari keterlibatan guru dan warga setempat dalam pelaksanaannya, serta dukungan dari organisasi kepemudaan lain untuk saling berkolaborasi.

Tantangan di Usia Belia

Pencapaian ini tidak begitu saja diraih oleh Alvian. Tak jarang ia dan timnya diragukan karena usia yang masih muda. Beberapa pihak beranggapan anak muda memiliki emosi yang labil sehingga membuat kegiatan yang dijalankannya tidak konsisten. Di samping itu, pengalaman yang dianggap masih kurang membuat orang tua mempertanyakan kompetensi mereka. Celetukan seperti, “Buat apa sih pergi les (di Literasi Anak Banua)?” kerap dilontarkan oleh anak-anak mau pun orang tua. Aparatur desa juga sempat menolak bantuan dari Alvian untuk memfasilitasi kegiatan belajar anak-anak di daerahnya.  

Pada awalnya memang sulit, dan berbagai tantangan muncul dalam perjalanannya. Namun, semangat Alvian tidak surut melihat masih banyak anak di Kalimantan Selatan yang membutuhkan bantuannya. Kegigihannya untuk terus menjalankan kegiatan di desa membawa contoh nyata manfaat yang didapat oleh anak-anak – mereka senang dan merasa lebih paham ketika belajar bersama Literasi Anak Banua. Perlahan, orang tua dan organisasi setempat mulai terbuka dan menerima kehadiran anak-anak muda yang membawa perubahan di bidang pendidikan. 

“Saya sadar bahwa suara anak-anak pedesaan seringkali tidak didengarkan. Maka jika edukasi literasi dasar tidak diberikan, masalah kompleks lainnya akan muncul.” 

Suatu hari di sela kegiatan belajar, Alvian menghampiri anak-anak yang sedang bermain mengumpulkan batu di luar ruangan dan iseng bertanya mengenai cita-cita mereka. Ada yang menjawab ingin jadi guru, ada yang ingin jadi dokter. Dengan rasa penasaran, Alvian bertanya, bagaimana mereka bisa begitu yakin dengan mimpi mereka? “Karena kami punya Kakak.” Jawaban itu mengubah hidup Alvian. Di saat itulah Alvian menyadari bahwa perubahan yang ia ciptakan begitu berarti bagi murid-muridnya.

“Setiap penolakan bukan menjadi sebuah batu (yang membuat) kita jatuh, tapi menjadi sebuah batu lompatan. Ini adalah tantangan yang harus kita selesaikan dan jika bukan kita, siapa lagi?”

Literasi Anak Banua kini telah membantu 2010 anak untuk membaca, menulis, dan meraih potensi diri mereka. Anak-anak kelas tiga yang Alvian dulu temui kini sudah bisa membaca dengan lancar. Beberapa dari mereka bahkan maju ke perlombaan nasional. Tidak hanya secara akademik, Alvian dan tim mencoba menumbuhkan karakter baik dalam kehidupan anak, seperti empati, berpikir kritis dan terbuka, kerja sama, dan kreativitas. Berkat hal ini, seorang anak dengan disabilitas yang sebelumnya mengalami perundungan kini diterima baik oleh teman-teman sebayanya dengan sikap menghargai perbedaan dan toleransi.

Setiap Individu Bisa Berperan Bersama Literasi Anak Banua 

Sekecil apa pun itu, Alvian mengajak berbagai pihak, terutama anak muda, untuk ikut membawa perubahan bagi pendidikan di Kalimantan Selatan. Bagi yang berada di salah satu wilayah Banua, dapat berkontribusi secara langsung sebagai relawan pengajar. Terlepas dari lokasi, siapa pun dapat melakukan kegiatan mengajar di mana pun mereka berada melalui Zoom yang akan difasilitasi oleh kakak pendamping Literasi Anak Banua dan menjadi bagian dari One-Way Project berikut: 

  • Baju Ceria: proyek sosial yang membantu anak-anak Kalimantan Selatan untuk mendapatkan seragam sekolah yang layak. Kini sudah berdampak pada 800 siswa. 
  • Buku Bersambung: proyek sosial dalam bentuk pemberian buku tulis daur ulang, dan telah berdampak pada 500 anak.⁣ 
  • Buku Berkata: proyek sosial yang telah membagikan 1500 buku bacaan layak kepada anak-anak⁣. 
  • Surat Kata: membagikan cerita insipiratif untuk anak-anak⁣.
  • Cipta Asa: proyek sosial untuk membagikan masker kepada anak-anak di 6 desa di Kalimantan Selatan. 
  • Great Banua: proyek sosial yang mengedukasikan SDG (Sustainable Development Goals) kepada anak-anak demi kehidupan yang lebih baik.

Bagi Alvian, setiap anak berhak atas pendidikan yang layak, di mana pun mereka berada. Pengalaman jatuh bangun dalam perjalanannya sebagai pembaharu juga merupakan proses pendidikan bagi Alvian dan anak-anak muda anggota tim Literasi Anak Banua untuk bisa maju dan berkembang. Layaknya mengarungi lautan yang penuh dengan perubahan dan ketidakpastian, tidak ada pelaut hebat yang lahir di antara ombak yang tenang.  

Siapkah kamu berlayar membawa perubahan?