Menuju Kehidupan yang Lebih Baik di Humbang Hasundutan dan Tapanuli Tengah
Walaupun selama ini saya sudah terbiasa melakukan diskusi dalam pendampingan, termasuk beberapa kegiatan yang sudah melibatkan para suami seperti diskusi Kursus Penyadaran Gender untuk suami (KPG) dan keluarga HKSR. Tetapi, Gerakan Pembaharu (GAHARU) Keluarga dirancang untuk lebih menyentuh semua anggota keluarga.
Selain perempuan (kaum istri) dan laki-laki (kaum suami), Gaharu Keluarga juga melibatkan semua anggota keluarga besar. Contohnya, seperti sudah saya lakukan di keluarga pendampingan, yang rutin melakukan bincang-bincang yaitu pihak mertua serta orang tua, keponakan, sepupu, anak dan lainnya.
Tentunya, ada beragam tantangan yang harus dihadapi untuk pembentukan Gaharu Keluarga, salah satunya adalah perubahan pergantian keluarga yang sudah sepakat untuk melakukan pendampingan.
Seperti yang terjadi di Dolok Sanggul Kabupaten Humbang Hasundutan. Pada waktu itu, sudah ditentukan 2 keluarga yang pada awalnya menyetujui semua kesepakatan. Sayangnya, di waktu yang sudah dijadwalkan untuk bincang - bincang untuk mengenalkan Gaharu Keluarga selalu gagal. Situasi ini bukan hanya terjadi di Dolok Sanggul, melainkan terjadi juga di Tapanuli Tengah.
Umumnya, alasan ketidaksediaan keluarga adalah ada salah satu anggota keluarga seperti suami, anak bekerja mulai pagi hari hingga sore hari. Melihat situasi ini, saya menawarkan untuk melakukan bincang - bincang setelah makan malam. Seperti yang dilakukan para keluarga petani di Humbang Hasundutan yang bisa berkunjung ke ladang untuk berbincang - bincang dan mencocokkan topik apa yang akan dibahas dan sesuai.
Agar tujuan tetap berjalan, solusi terbaik untuk menghadapi hal ini adalah saya segera mencari lagi keluarga yang baru dan bersedia menjadi pembaharu. Tentu proses ini bukan proses yang mudah karena harus menjadwalkan ulang seluruh kegiatan yang akan dilakukan.
Pada akhirnya, Gaharu Keluarga ini dapat saya lakukan secara rutin di 3 keluarga, yang masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Berikut ulasannya.
1. Keluarga Pertama
“Kami bahagia walaupun tidak seperti keluarga orang lain”
Keluarga ini terdiri dari seorang Ibu, dua anak perempuan dan dua anak laki-laki. Ibu ini merupakan penyintas, perempuan kuat dan hebat, Ibu tunggal yang memiliki seorang anak laki – laki disabilitas (autisme) berusia 15 tahun.
Persoalan dalam rumah tangga keluarga ini cukup beragam sebelum mengenal Gaharu Keluarga. Yang pertama adalah kondisi yang seolah terlalu mengistimewakan anak yang mengalami disabilitas hingga tidak mampu mandiri. Semua aktivitasnya selalu dibantu dan tidak dilibatkan untuk membantu urusan rumah.
Persoalan berikutnya adalah, anak terlalu menghabiskan waktu menggunakan ponsel atau HP. Sebagai Ibu yang bekerja sebagai petani bahkan terkadang sebagai buruh tani “parari-ari”, berharap anak-anak mampu membantu tugas sehari-hari selama sang Ibu pergi bekerja, sayangnya anak-anak sering melalaikan tugas rumah tangga yang diminta dan dipesankan Ibu mereka.
Pada kondisi inilah, Gaharu Keluarga hadir untuk membuat perubahan dalam kehidupan keluarga Ibu ini. Perubahan mulai tampak, ketika dijelaskan bahwa di Gaharu Keluarga melakukan aktivitas bersama semua anggota keluarga adalah hal yang penting. Kemudian dilanjutkan dengan diskusi mengenai apa itu Gaharu Keluarga, dilanjutkan dengan pemaparan tentang penyadaran gender.
Informasi yang diberikan antara lain, tentang pentingnya pembagian tugas dalam rumah tangga yang berlaku untuk semua anak, baik laki-laki dan perempuan. Dijelaskan juga bahwa masing-masing anggota keluarga memiliki tugas yang sama dalam melakukan pekerjaan rumah. Jika ada empat orang anak, tentunya semua harus berbagi tugas.
Selain tanggung jawab antar anggota keluarga, ada pembahasan lain dalam sesi bincang-bincang seperti membahas pentingnya bercocok tanam di pekarangan rumah. Pekarangan yang sebelumnya ditanami tanaman hias, perlahan diubah menjadi kebun keluarga yang ditanami tanaman kebutuhan dapur seperti bawang, cabe, sayur dan sebagainya.
Sangat disyukuri, keluarga ini sangat bersemangat dalam melakukan aktivitas pembuatan pupuk organik. Bahkan, sang anak dengan disabilitas pun sudah mulai dilibatkan dalam kegiatan rumah tangga. Tinggal sedikit saja perlu ditingkatkan dengan melibatkan sang anak dengan bermain bersama, membersihkan pekarangan, membiarkan mandi sendiri dan sesekali ikut ke ladang.
Perkembangan lainnya adalah perubahan pada anak laki-laki lainnya yang sudah mengurangi bermain dengan ponsel atau HP. Sang anak sudah lebih peduli dengan keluarga dengan cara terlibat bekerja di ladang. Lalu, jika sedang bekerja sebagai tukang atau buruh harian lepas, anak-anak bersedia memberikan sebagian pendapatannya pada sang Ibu untuk uang belanja rumah tangga.
Pembahasan tentang ekonomi rumah tangga tentunya tak luput jadi perhatian. Kesadaran akan pentingnya menabung untuk menikmati rekreasi keluarga pun sudah dijalankan. Begitu banyak perubahan yang terjadi pada kebiasaan dan karakter di keluarga ini setelah melakukan kegiatan bersama Gaharu Keluarga.
Seperti ungkapan yang disampaikan oleh anak perempuan terkecil keluarga ini, “Perasaan saya sangat bahagia karena bisa berekreasi yang sebelumnya kegiatan ini tidak pernah terjadi. Ini kali pertama dilakukan oleh keluarga kami dan harapan saya rekreasi ini akan semakin sering dilakukan”.
Sang Ibu juga merasakan perasaan yang tak kalah bahagianya, ”Perasaan saya sangat senang bisa membawa semua anak untuk berjalan-jalan. Saya pikir, kami akan bahagia jika harus pergi ke tempat wisata yang jauh dari rumah, tapi rupanya hanya duduk bersama memandang Danau Toba dan berenang bersama sudah membuat kami merasa bahagia”.
2. Keluarga Kedua
“Keluarga akan bahagia jika satu pikiran dan tujuan yang sama ”
Kondisi pada keluarga berikutnya terdiri dari sepasang suami istri, seorang ibu mertua dari pihak suami, satu anak perempuan dan dua anak laki-laki. Permasalahan yang dihadapi keluarga ini adalah seringnya mereka tidak memiliki satu pemahaman.
Sang Ibu atau istri merasa Ibu mertua tidak perlu melakukan pekerjaan atau aktivitas apapun karena dianggap usianya sudah lanjut. Persoalan dengan anak-anak serupa dengan keluarga lain, yaitu penggunaan ponsel atau HP yang tak kenal waktu.
Selain itu, perbedaan pendapat dengan suami sering juga dialami. Contohnya di keseharian pekerjaan mereka sebagai petani, di mana sang istri berpikir supaya ladang A ditanam sayuran, sementara sang suami ingin ditanam tanaman lainnya.
Persoalan sederhana seperti itu menyebabkan komunikasi antar suami dan istri tidak baik, dan tidak dapat diselesaikan segera. Pasangan suami istri tersebut lebih memilih lari dari masalah, dengan sikap diam sang istri jika berselisih dan suami yang pergi mencari kesibukan sendiri.
Di sinilah peran pendekatan Gaharu Keluarga hadir untuk membuat keluarga ini semakin terbuka, mampu melakukan komunikasi yang baik, dan keluarga kompak untuk melakukan aktivitas yang dirasa menyenangkan.
Tentunya situasi ideal ini tidak dengan mudah dapat dilakukan, tetapi jika setelah beberapa kali melakukan pertemuan atau bincang - bincang dengan Change Leader, membuat pandangan keluarga ini mulai berubah.
Walau pun belum sepenuhnya keadaan seperti yang diharapkan, tetapi perlahan perubahan menuju arah yang lebih baik sudah mulai terasa. Seperti sang Ibu mertua yang lebih leluasa melakukan aktivitas yang diinginkan, salah satunya pergi ke gereja tanpa ada larangan dari keluarga. Begitu juga dengan anak - anak juga lebih mudah diatur untuk tidak menghabiskan waktu dengan ponsel atau HP lagi serta sudah muncul kepedulian pada aktivitas di rumah.
3. Keluarga Ketiga
“Keluargaku Unik”
Di keluarga ketiga, anggota keluarga terdiri dari pasangan suami dan istri, seorang Ibu dari sang istri, dua orang anak, seorang saudara sepupu dengan dua orang anaknya. Hadirnya sang sepupu dan anaknya di rumah pasangan ini, karena mereka tidak memiliki keluarga inti dan tempat tinggal sehingga sang istri bersedia untuk membantu.
Tentunya tantangan yang dihadapi keluarga ini cukup besar dengan banyaknya anggota dalam rumah. Keluarga ini harus mampu menyatukan perasaan supaya tetap bahagia dan berkecukupan karena semua masih menjadi tanggungan sang istri. Dan tentunya bagaimana caranya agar seluruh anggota keluarga dapat berdaya dan masing-masing merasa memiliki kontribusi yang baik.
Ketika akhirnya mendapat kesempatan melakukan pertemuan dengan Gaharu Keluarga, mereka menyadari bahwa pertemuan seperti ini sangat dibutuhkan supaya dapat melakukan kegiatan-kegiatan positif untuk mendorong keluarga menjadi semakin solid. Perlahan, perubahan sudah mulai dirasakan, seperti hal sederhana dengan melakukan makan malam bersama sehingga membangun komunikasi dua arah dengan semua anggota keluarga.
Semua cerita yang dikisahkan di sini merupakan kisah nyata dari 3 keluarga yang merasakan manfaat dari pendampingan Gaharu Keluarga. Saat ini Gaharu Keluarga di Humbang Hasundutan terdiri dari 6 keluarga sedangkan di Tapanuli Tengah 3 keluarga dengan total 9 keluarga.
Selain kunjungan langsung dengan keluarga, diskusi tentang GAHARU Keluarga di beberapa kelompok dampingan juga sudah dilakukan sejak bulan Desember 2022 hingga bulan April 2023. Mengukur perubahan yang terjadi di kelompok dampingan sedikit lebih sulit karena tidak bisa melihat langsung perubahan apa yang terjadi setelah diberikan pembekalan oleh Gaharu Keluarga.
Dari semua perjalanan di atas, banyak pembelajaran yang sudah saya temui sebagai Change Leader dan bangga terlibat dalam gerakan ini. Apalagi, karena konsep yang dikenalkan oleh Gaharu Keluarga juga saya lakukan dalam rumah tangga saya sendiri.
Dengan melihat semua kebaikan ini, keinginan saya ke depan adalah semakin banyak keluarga yang mau terlibat dan Gaharu Keluarga ini semakin diketahui oleh masyarakat luas.
“Keluarga Bahagia, Diciptakan oleh Keluarga itu Sendiri dan Melakukan Gerakan Perubahan”
(Jojor Paima Sianipar dari PESADA, Change Leader GAHARU. Pendamping Keluarga dan Penulis Kisah Baik Gaharu Keluarga wilayah Humbang Hasundutan dan Tapanuli Tengah)