Komunikasi Sehat dalam Keluarga di Era Teknologi
Perkembangan teknologi komunikasi yang pesat saat ini, utamanya dengan hadirnya gawai atau hp memang banyak membantu manusia dalam berbagai hal. Namun demikian, kehadiran gawai juga menimbulkan berbagai efek buruk dalam perilaku manusia, termasuk mempengaruhi gaya komunikasi antar individu dalam keluarga.
Kehadiran gawai di satu sisi memudahkan komunikasi tetapi di sisi lain juga justru menghalangi komunikasi, menimbulkan komunikasi yang buruk antar anggota keluarga. Gawai yang dimiliki oleh setiap anggota keluarga menyebabkan masing-masing anggota keluarga sibuk dengan gawai masing-masing. Sehingga meskipun dalam satu rumah, mereka jarang berkomunikasi.
Persoalan ini juga terjadi pada komunitas Perempuan Timur, Desa Tegal Ombo dan Desa Taman Negeri Kecamatan Way Bungur Kabupaten Lampung Timur.
Membangun Keakraban Keluarga
Dengan keasyikan masing-masing anggota keluarga dengan gawainya, memunculkan berbagai persoalan, misalnya hubungan antara orang tua dan anak menjadi renggang. Bahkan, orang tua tidak lagi menjadi orang kepercayaan anak, dan sebaliknya orang tua juga menjadi kesulitan untuk berkomunikasi dengan anak.
Secara umum dapat dikatakan bahwa kehadiran gawai dapat menyebabkan kedekatan emosional antar anggota keluarga terganggu. Bagaimana cara mengatasi persoalan ini?
Perlu dicari cara yang baik untuk kembali mendekatkan kehangatan keluarga secara nyata. Dari perbincangan dalam beberapa pertemuan dengan kelompok Ibu, disepakati bahwa harus ada kegiatan yang melibatkan seluruh atau setidaknya sebagian besar anggota keluarga. Rasanya, Gerakan Pembaharu (Gaharu) Keluarga dapat menjadi jawaban dari permasalahan ini.
Idealnya, kegiatan yang dilaksanakan memang harus melibatkan seluruh anggota keluarga. Tetapi ternyata, sangat sulit untuk menghadirkan sosok Ayah dalam kegiatan. Hal ini dikarenakan rata-rata di desa para bapak bekerja sebagai petani dan buruh tani dan mereka bekerja tanpa mengenal hari libur. Inilah yang menyebabkan kegiatan lebih banyak diikuti kaum Ibu dan anak-anak saja.
Rangkaian kegiatan dilaksanakan di Desa Taman Negeri, Kecamatan Way Bungur Kabupaten Lampung Timur ini diikuti oleh 20 keluarga, terdiri dari Ibu dan anak dan di Desa Tegal Ombo diikuti 19 keluarga juga terdiri dari Ibu dan anak.
Pada fase awal, kami mengadakan pertemuan dengan membuat Sungai Kehidupan Keluarga sebagai sarana untuk mengajak peserta merenung kembali tentang pengalaman atau kisah kehidupan mereka. Kegiatan ini berhasil memupuk rasa empati di antara peserta, membantu mereka membangun kedekatan. Selanjutnya, peserta diajak untuk menonton film "the Impossible Dream" sebagai pemicu diskusi keluarga.
Diskusi berlangsung dalam suasana santai namun menarik, dan peserta terlihat menikmati proses tersebut.
Kami juga menyisipkan permainan seru dalam setiap kegiatan untuk meningkatkan keceriaan. Hasil dari rangkaian kegiatan gaharu ini menunjukkan bahwa peserta merasakan banyak manfaat, seperti terbukanya anggota keluarga, keberanian untuk menyampaikan perasaan, menciptakan kebahagiaan, dan pada akhirnya mempererat hubungan di antara mereka.
Untuk masa depan, saya berharap Gaharu Keluarga dapat menjadi gerakan yang diadopsi oleh semua tingkatan sekolah, karena apabila sekolah yang menginisiasi program ini, pelaksanaannya akan lebih efektif dan terintegrasi dengan proses pembelajaran di sekolah.
(Indah Lestari, LAdA Damar Lampung dan Change Leader Gaharu Keluarga Lampung. Pendamping Keluarga dan Penulis Kisah Baik Gaharu Keluarga)